Tanjung Pinang (ANTARA) – Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau berupaya menyelesaikan sengketa tanah dengan tenaga ahli setempat dan akan mendirikan posko pengaduan sengketa tanah di sejumlah warnet sebagai wujud komitmen percepatan pembangunan di Tanjung Pinang. .
Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang Joko Yuhono menjelaskan di Tanjung Pinang, Minggu, kebiasaan masyarakat menyelesaikan berbagai persoalan di warung kopi adalah sengketa tanah juga bisa diselesaikan di warung kopi.
Berdasarkan pengalaman setempat, pihaknya akan membangun kantor penanganan pengaduan sengketa tanah di beberapa kedai kopi sebagai bentuk komitmen kejaksaan untuk mendorong percepatan pembangunan di Tanjung Pinang.
Dibangunnya posko di sejumlah kedai kopi tak lepas dari kebiasaan sebagian warga yang gemar berdiskusi di kedai kopi. “Orang-orang menyukai ‘kopi’ jadi kami membuat postingan kedai kopi. Mungkin kami membuat empat posting. Saya kira itu efektif,” katanya.
Menurutnya, tidak semua sengketa tanah harus diselesaikan di pengadilan, tetapi bisa juga diselesaikan melalui praperadilan.
Prinsip penyelesaian sengketa pertanahan adalah cepat, tepat dan tidak menyalahi aturan yang berlaku. “Kami berusaha mencari solusi yang saling menguntungkan, dan tidak pergi ke pengadilan, maka kemenangan akan berubah menjadi batu bara jika menjadi abu. Mereka tidak menginginkan itu,” katanya.
Dia menegaskan, mereka mulai fokus menyelesaikan sengketa tanah, karena jika dibiarkan berlarut-larut akan memperlambat pembangunan. Menurut informasi yang diterimanya, kasus sengketa tanah di Tanjung Pinang cukup banyak.
“Salah satu faktor penghambat pembangunan adalah lahan tidak digunakan untuk kegiatan produktif. Salah satu penyebabnya adalah karena tanah tersebut dalam sengketa,” katanya.
Ia juga menyarankan agar Badan Pertanahan Nasional bekerja sama menyelesaikan masalah pertanahan satu per satu. Sinergi antara kejaksaan, pemerintah daerah dan BPN akan mempercepat penyelesaian sengketa tanah untuk memberikan kepastian hukum.
“Masalah lain yang menghambat pembangunan adalah lahan eks PT Antam. Itu juga perlu dibenahi agar masyarakat dan pemerintah bisa membangun kota yang lebih maju,” ujarnya.
Soal mafia tanah, dia mengaku masih belum mengetahui siapa mafia tanah di Tanjungpinang itu. Namun, pertanyaan tentang mafia tanah sering muncul. “Khusus mafia tanah, penyelesaian kasus harus melalui jalur hukum. Saya pasti akan mematikannya. Saya tidak peduli,” katanya.
Ketua Kaukus Pembangunan Nasional Tanjung Pinang DPRD, Momon F. Adinatha, mengucapkan terima kasih kepada kejaksaan yang ingin segera menyelesaikan sengketa tanah dengan pendekatan berbasis pengalaman lokal.
“Saya pikir ini terobosan yang menarik. Dan saya yakin pendekatan penyelesaian sengketa tanah berbasis kearifan lokal lebih efektif,” kata anggota Komisi II DPRK Tanjung Pinang.
Ia mengatakan, sengketa tanah bukanlah hal baru di Tanjungpinang. Sengketa tanah yang menghambat pembangunan dan perekonomian sudah lama terjadi di beberapa wilayah Tanjung Pinang.
“Saya setuju dengan Pak Kajari Tanjungpinang bahwa penyelesaian sengketa tanah dengan cara damai di posko yang dibangun di warung kopi, kecuali yang melibatkan mafia tanah, harus legal,” katanya.
Sekretaris Pengurus Cabang Partai Persatuan Pembangunan Tanjung Pinang itu juga meminta lembaga lain yang berkompeten untuk bekerja sama dengan kejaksaan agar penyelesaian sengketa tanah dapat membuahkan hasil yang optimal.
“Tentunya semua sepakat untuk bersama-sama menyelesaikan sengketa pertanahan yang menghambat pembangunan ibu kota Kepri. Oleh karena itu, semua pihak terkait harus bersinergi agar persoalan pertanahan ini bisa segera diselesaikan,” ujarnya.